ASAS-ASAS HUKUM

 

1.     Pengertian dan Kegunaan Asas Hukum

Asas terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asas tersebut memiliki arti yaitu dasar atau tumpuan berpikir dan berpendapat. Dalam ranah hukum dikatakan asas merupakan hukum dasar. Asas hukum merupakan unsur penting juga pokok dari bermacam-macam suatu peraturan hukum. oleh karena itu asas menjadi dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan aturan-aturan hukum di masyarakat.

Menurut ahli hukum Satjipto Raharjo, asas hukum itu jantungnya ilmu hukum karena ia merupakan landasan yang sangat luas bagi terciptanya suatu peraturan hukum. sementara Van Eikema Hommes mengatakan, asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma-norma hukum konkret, namun perlu dipandang sebagai dasar-dasar umum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku. Pembentukan suatu aturan hukum perlu didasari oleh asas-asas hukum tersebut. Dengan kata lain, tak boleh suatu peraturan hukum bertentangan atau tak sesuai dengan asas hukumnya.

Terdapat asas hukum yang diatur secara tegas dan telah tertulis di dalam peraturan perundang-undangan, contoh yaitu asas legalitas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang mengatakan “Suatu Perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada.”

Namun juga terdapat yang tidak diatur secara tegas dalam undang-undang, contohnya yaitu, asas hukum yang mengatakan “tidak dapat dipidana tanpa kesalahan”. Asas yang tak tertulis ini atau tak dirumuskan secara tegas dalam KUHP namun telah diberlakukan di dalam praktik hukum pidana. Namun, apakah asas hukum itu dituliskan atau tidak dalam suatu peraturan perundang-undangan, kita tetap dapat menemukan asas-asas tersebut. sebab, asas tersebut telah berlaku secara universal/umum. Dapat disimpulkan, asas hukum merupakan dasar berpikir dan berpendapat yang gunanya sebagai dasar serta petunjuk arah dalam pembentukan aturan-aturan di masyarakat.

1.     2. Asas Hukum Pidana

Disini, saya akan menjelaskan beberapa dasar asas hukum pidana yang dapat dipakai sebagai pegangan, yaitu :

a.     Asas Legalitas (Nullum Dilectum Nulla Poena Sine Praevia Lege), asas ini diatur dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP yang berbunyi : Tiada suatu perbuatan dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan peraturan perundang-undangan pidana yang telah ada sebelumnya.” Dapat disimpulkan tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan dahulu dalam peraturan perundang-undangan. Contoh A mencuri barang/benda milik B pada tahun 2011. Namun pada saat itu perbuatan mencuri belum diatur/dikategorikan sebagai perbuatan pidana dalam undang-undang. Sekalipun mungkin secara moral atau perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tidak dibenarkan dimasyarakat. Namun karena hukum (undang-undang) belum mengaturnya, maka perbuatan A tersebut tidak bisa dikatakan sebagai perbuatan pidana sehingga A tersebut tidak bisa dihukum karena itu.

b. Asas Teritorial, asas ini mengatur bahwa hukum pidana dapat berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi atau dilakukan di wilayah Indonesia, tak melihat latar belakangnya apakah orang Indonesia atau bukan. Contoh, si A warga negara Spanyol membunuh warga negara indonesia di negara indonesia. Maka, A akan dikenakan pasal hukum pidana Indonesia dan diproses berdasarkan peraturan hukum Indonesia sekalipun ia warga negara Jerman.

c. Asas Personal, asas ini mengartikan bahwa hukum pidana berlaku untuk seluruh perbuatan yang dilakukan oleh warga negara Indonesia, tak peduli di mana ia melakukannya. Contoh si A warga negara Indonesia yang berada di Australia di Australia, berdasarkan asas ini, A dapat dikenakan pasal hukum pidana Indonesia, dan bukan hukum Australia. Akan tetapi, asas teritorial inilah yang dipakai oleh kebanyakan negara, termasuk Indonesia. Mengingat sudah sewajarnya tiap-tiap orang yang berada di suatu negara tunduk pada peraturan negara dimanapun orang tersebut berada. Dimana bumi dipijak, disitulah langit dijunjung, begitupun peribahasanya yang sesuai dengan asas tersebut.

3. Asas Hukum Perdata

Hukum perdata mengatur salah satu hubungan antara orang dengan orang lain. Perkara perdata secara umum dalam KUH Perdata yang terdiri dari empat buku.

Buku pertama yaitu tentang orang, yang berisi tentang manusia sebagai subjek dalam hukum, tentang kecakapan atau kemampuan yang memiliki hak-hak dan kecakapan bertindak sendiri yaitu untuk melaksanakan hak-haknya serta hal-hal yang mempengaruhi kecakapan atau kemampuan tersebut. Contoh, yaitu ketentuan kapan seseorang dapat cakap atau diperkenankan membuat suatu perjanjian. Kita dapat melihat peraturannya di dalam buku I dari KUH Perdata. Buku Kedua, yaitu tentang kebendaan, yang mengatur hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang, hak kepemilikan atas suatu benda/barang, warisan dan lain lain. Contohnya yaitu pembagian harta warisan, kita dapat lihat peraturannya dalam buku kedua KUH Perdata. Buku Ketiga, mengatur tentang masalah perikatan atau perjanjian; contohnya, yaitu syarat sahnya perjanjian, perjanjian jual beli, sewa-menyewa, pinjam-meminjam dan lain-lain yang diatur dalam buku ketiga KUH Perdata. Buku Keempat tentang pembuktian dan daluarsa, mengatur tentang jenis-jenis alat bukti dalam pembuktian kasus perdata, dan jangka waktu daluarsa. Jadi, jika ingin mengetahui tentang hal yang telah dijelaskan tersebut, dapat melihat buku keempat di KUH Perdata.

Didalam hukum perdata, terdapat asas-asas yang harus ada dalam perjanjian/kesepakatan, yaitu :

  • Asas kebebasan berkontrak, yaitu setiap orang bebas membuat perjanjian dengan siapapun, dan apapun isinya serta apapun bentuknya, asal tidak melanggar undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.
  • Asas Konsensualitas (Pasal 1320 dan Pasal 1338 KUH Perdata) Perjanjian itu telah ada semenjak terdapat kata sepakat dari kedua belah pihak. Dengan kata lain, perjanjian sudah ada dan sah jika sudah sepakat mengenai hal-hal yang pokok dan tak harus dibuatkan bentuk perjanjian tertulis dahulu. Contoh A dan B sepakat akan melakukan jual beli sepeda. Mereka berdua sudah menyepakati jenis dan bentuk sepedanya, harga, cara membayar serta penyerahan unit sepeda tersebut. akan tetapi belum menuliskan perjanjian jual beli sepeda tersebut di dalam perjanjian. Oleh karena itu, maka sesuai dengan asas ini, A dan B telah mengadakan perjanjian sejak ada kata sepakat di antara kedua belah pihak, bukan sejak dibuatnya perjanjian dalam bentuk tertulis.
  • Asas Pacta Sunt Servanda (Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata), asas ini mengatakan, perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang bagi mereka yang telah membuatnya sehingga perjanjian itu harus benar-benar dilaksanakan karena ia mengikat seperti Undang-Undang.
  • Asas Iktikad baik, Perjanjian harus dilaksanakan dengan etikad baik. Etikad baik dapat mengenai objek/barang yang diperjanjikan, dapat berupa mengenai pelaksanaan perjanjiannya. Contoh dalam hal benda/objeknya, si penjual yang beretikad baik harus jujur dan bersih. Ia tidak boleh jual barang yang sebenarnya dalam kondisi setengah pakai, akan tetapi dia mengatakan ke pembeli tersebut kalau barang tersebut masih kondisi baru. Pelaksanaan perjanjian sebagaimana dimaksud Pasal 1338 ayat 3 KUH Perdata berarti dalam melaksanakan perjanjian itu harus mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilan.
  • Asas Kepribadian (Personalitas), asas ini mengatakan, pada umumnya seseorang tak boleh membuat atau mengadakan perjanjian selain untuk dirinya sendiri.

Sumber : 
  • Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, diakses dari http://kbbi.web.id/asas pada tanggal 21 Juli 2023.
  • Ishac, Dasar-dasar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 75.
  • Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, (Bandung: Sinar Baru, 1983), h. 85.
  • Pasal 2 KUHP " Ketentuan dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan suatu delik di Indonesia."
  • Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, (Jakarta: PT Intermasa, 2010), h.16

Komentar

Postingan Populer