CARA MENGETAHUI MASALAH TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

 Tindak pidana penganiayaan bisa dilihat dalam Pasal 351-355 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Didalam Pasal 351 merupakan pasal penganiayaan biasa. Sama halnya dengan tindak pidana pencurian, lalu pasal selanjutnya berisi unsur-unsur tambahan yang memberikan sanksi pidana yang lebih berat daripada Pasal sebelumnya. Misalnya, Pasal 353 KUHP, menjelaskan bahwa penganiayaan dengan rencana terlebih dahulu yang menyebabkan orang mati di hukum sembilan tahun penjara. Sementara penganiayaan tanpa rencana terlebih dahulu yang mengakibatkan orang mati yang diatur dalam Pasal 351 ayat 4 KUHP hanya dihukum tujuh tahun penjara. Sehingga disimpulkan bahwa melakukan tindakan penganiayaan dengan membuat rencana terlebih dahulu sudah pasti sanksi yang didapat berat daripada yang tidak merencanakan tindakan penganiayaan.

Didalam Undang-Undang tak dijelaskan memberi pengertian tentang apa itu penganiayaan. Akan tetapi jika dilihat dari yurisprudensi, penganiayaan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka, juga termasuk pengertian penganiayaan yaitu sengaja merusak kesehatan orang. Yang dimaksud Yurisprudensi adalah putusan hakim dalam suatu kasus yang telah berkekuatan hukum tetap yang dijadikan sebagai sumber hukum untuk mengisi kekosongan hukum jika suatu ketentuan tidak jelas atau tidak diatur dalam undang-undang. Karena definisi penganiayaan tidak diatur di KUHP, maka kita merujuk pada yurisprudensi untuk mengetahui definisinya.

Pasal 351 KUHP Berbunyi :

1)     Penganiayaan dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau dendam sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.

2)     Jika Perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun;

3)     Jika mengakibatkan mati diancam dengan penjara paling lama tujuh tahun;

4)     Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan;

5)     Percobaan melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Berdasarkan Pasal tersebut, maka dapat disimpulkan mengenai unsur-unsur kapan suatu perbuatan dapat disebut sebagai penganiayaan, yaitu:

1)     Orang, sebagaimana dijelaskan dalam bagian pencurian di atas, orang yang dimaksud disini adalah subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidananya.

2)     Melakukan Penganiayaan, KUHP tidak menjelaskan pengertian apa itu penganiayaan. Tapi dapat dilihat dari yurisprudensi, yang dimaksud penganiayan adalah sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (derita), rasa sakit, luka dan termasuk sengaja merusak kesehatan orang. Yang dimaksud perasaan tidak enak misalnya, yaitu mendorong orang terjun ke sungai hingga tercebur dan basah, menyuruh orang berdiri di tengah teriknya panas matahari dan lain-lain. Rasa sakit disini bisa dicontohkan seperti mencubit, memukul, menampar, memotong, mengiris hingga menusuk orang dengan pisau dan lain sebagainya. lalu arti dari merusak kesehatan orang seperti merokok di kawasan banyak anak-anak sehingga anak-anak tersebut sakit batuk-batuk.

3)     Dilakukan dengan tujuan sengaja dan melewati batas kewajaran, misalkan terdapat seorang dokter yang menyuntik lengan pasien dan menimbulkan rasa sakit pada pasiennya. Apakah itu dapat dikatakan sebagai tindakan penganiayaan? Pasti tidak, karena tujuan dokter tersebut itu baik, untuk memberikan vaksin atau mengobati dan bukan bermaksud menganiaya. Kecuali jika dokter tersebut menyuntik pasien tetapi sambil tertawa dengan suster atau perawat yang membantu dokter tersebut dan pasiennya tidak diperhatikan, barulah hal tersebut bisa disebut sebagai penganiayaan.

Baca Juga : CARA MEMAHAMI MASALAH TINDAK PIDANA PENCURIAN

 Didalam Pasal 351 KUHP, terdapat 3 (tiga) jenis dampak dari penganiayaan, yaitu :

1.     Mengakibatkan luka ringan, yang dimaksud disini adalah tindakan penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau berhalangan untuk melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan. Misalnya si A menampar B sebanyak empat kali di bagian pipi. Si B memang merasakan sakit, akan tetapi tidak sampai membuatnya pingsan dan dapat melakukan aktivitas sehari-hari. Perbuatan yang dilakukan si A adalah penganiayaan ringan yang dapat mengakibatkan luka ringan.

2.     Mengakibatkan luka berat, dijelaskan dalam Pasal 90 KUHP, yang menjelaskan bahwa luka berat adalah jatuh sakit dan mendapatkan luka yang mungkin tak ada lagi harapan luka tersebut bisa sembuh sama sekali, atau yang menimbulkan bahaya maut, tidak mampu terus-menerus menjalankan aktivitas atau pekerjaan, kehilangan salah satu panca indra, mendapatkan cacat berat/lumpuh. Pikirannya menjadi trauma dan tidak mampu berpikir secara jernih selama empat minggu, dan gugurnya kandungan yang ada di perut seorang perempuan.

Selain itu, seorang hakim memiliki kewenangan sendiri untuk menilai, yaitu dampak dari perbuatan penganiayaan itu berdasarkan keterangan ahli dari dokter melalui laporan dokter yang disebut visum et repertum.

3.     Mengakibatkan mati, hal ini juga dapat dibuktikan dengan keterangan dari ahli medis dari dokter yang telah melaksanakan otopsi bahwa korban telah meninggal dunia.

Dari penjelasan di atas tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai penganiayaan jika memenuhi unsur yang pertama yaitu pertama adanya orang yang melakukan penganiayaan tersebut kepada orang lain dan dilakukan dengan sengaja dan maksud untuk itu.

Dan perlu diingat, bahwa penganiayaan dalam Pasal 351 KUHP hanya dapat dikenakan pada penganiayaan yang dilakukan oleh satu orang. Kalau dilaksanakan lebih dari satu orang maka dapat dikenakan Pasal 170 KUHP yaitu tentang perbuatan penganiayaan yang dilakukan secara bersama-sama atau disebut pengeroyokan.

Sumber :

1.     R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1980), h. 250.

2.     Pasal 351 ayat 4 KUHP.

3.     Pasal 352 KUHAP jo. Pasal 90 KUHP.

4.     Pasal 90 KUHP “Luka Berat”

5.     R. Soesilo, Op. Cit., 1980, h. 99.

6.     Pasal 170 KUHP Ayat 1 KUHP.

 

Komentar

Postingan Populer