Cara Memahami Masalah Tindak Pidana Pencemaran Nama Baik dan Penghinaan
Pencemaran
nama baik merujuk pada tindakan yang merusak atau merendahkan reputasi
seseorang atau sebuah kelompok dengan menyebarkan informasi netagif atau fitnah
yang tidak benar mengenai mereka. Pencemaran nama baik dapat terjadi melalui
berbagai media, seperti lisan, tulisan, foto, atau video yang disebarluaskan
kepada publik. Tindakan pencemaran nama baik seringkali memiliki tujuan jahat,
seperti memfitnah, menyebabkan malu, menjatuhkan reputasi, atau menciptakan
kerugian finansial pada individu atau kelompok yang difitnah. Informasi negatif
yang tersebar dapat merusak hubungan personal, karir atau bisnis seseorang,
bahkan dapat berdampak pada kesehatan emosional dan mental korban.
Pencemaran
nama baik merupakan pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia dan perlu
diperhatikan dalam hukum di berbagai negara. Korban pencemaran nama baik
memiliki hak untuk melindungi reputasi mereka dan menuntut tindakan hukum
terhadap pelaku pencemaran tersebut. Untuk melindungi diri dari pencemaran nama
baik, penting bagi individu untuk menjaga privasi dan keamanan informasi
pribadi mereka. Selain itu, reputasi yang baik dapat dibangun dengan melakukan
tindakan positif, menjaga etika dalam berkomunikasi, dan menghindari terlibat
dalam perilaku yang merugikan diri sendiri atau orang lain.
Berikut
Tindak Pidana Pencemaran nama baik dan penghinaan dapat dilihat dalam Bab 16
tentang Penghinaan, yaitu Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
hingga Pasal 323 KUHP. Secara teori, kedua tindak pidana ini hampir sama.
Memang masih terdapat di dalam masyarakat yang masih salah menilai atau
memahami dan malah menganggap kedua tindak pidana itu sama. Tindak pidana
pencemaran nama baik dapat dilihat dalam Pasal 310 KUHP. Dapat dilihat tindak
pidana penghinaan diatur dalam Pasal 315 KUHP.
Pasal
310 KUHP, Berbunyi :
1) Barangsiapa sengaja menyerang
kehormatan atau nama baik seseorang, dengan menuduh sesuatu hal, yang maksudnya
terang supaya hal itu diketahui umum, diancam, karena pencemaran, dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
2) Jika hal itu dilakukan dengan
tulisan atau gambaran yang disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka
umum, maka yang bersalah, karena pencemaran tertulis, diancam pidana penjara
paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah.
3) Tidak merupakan pencemaran atau
pencemaran tertulis, jika perbuatan terang dilakukan demi kepentingan umum atau
karena terpaksa untuk bela diri.
Sehingga dari ketentuan
di atas, kita dapat menarik sebuah kesimpulan dari Pasal 310, yaitu :
1. Menyerang
nama baik seseorang atau kehormatannya;
2. Dengan
cara menuduhkan sesuatu;
3. Terjadi
di depan umum atau lebih dari satu orang yang selain korban;
4. Pencemaran
nama baik lebih berat jika dilakukan pelaku melalui media tulisan atau gambar
yang ditempel di muka umum;
5. Bila dikarenakan untuk kepentingan umum atau terpaksa membela diri, hal tersebut bukan termasuk tindak pidana.
Di dalam Pasal 310 KUHP sering dikatakan dengan Pasal 311 KUHP yakni tentang fitnah. Pokok utamanya adalah seseorang yang menuduhkan sesuatu pada orang lain, orang tersebut harus bisa membuktikan apa yang dituduh tersebut benar. Dan jika tidak dapat dibuktikan, maka orang yang menuduh tersebut sudah melakukan fitnah. Dapat diancam pidananya paling lama empat tahun.
Dapat
dilihat, tindak pidana penghinaan dapat diatur dalam Pasal 315 KUHP, berbunyi :
“Tiap-tiap
penghinaan dengan sengaja yang tidak bersifat pencemaran atau pencemaran
tertulis, yang dilakukan terhadap seorang, baik dimuka umum dengan lisan atau
tulisan, maupun di muka orang itu sendiri dengan lisan atau perbuatan, atau
dengan surat yang dikirimkan atau diterimakan kepadanya, diancam karena
penghinaan ringan, dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak tiga ratus ribu rupiah.”
Baca Juga : CARA MENGETAHUI MASALAH TINDAK PIDANA PENGGELAPAN
Supaya
dapat membedakan tindak pidana pencemaran dan penghinaan, dapat diperhatikan,
yaitu :
1. Unsur
utama dalam Pasal 310 KUHP yaitu pelaku berusaha menyerang nama baik atau
kehormatan korban atau mencoba menuduhkan tentang sesuatu yang disebarluaskan
kepada orang lain atau publik selain dari korban itu sendiri. Objek dari
pencemaran nama baik itu sendiri tidak hanya orang saja, tetapi bisa badan
hukum, perusahaan, instansi pemerintah maupun kelompok orang di masyarakat.
2. Unsur
utama di dalam Pasal 315 KUHP yaitu adanya penghinaan, tapi maksudnya bukan
untuk mencemarkan nama baik atau menuduhkan sesuatu yang negatif kepada korban.
Penghinaan ini dapat terjadi bila dilakukan di banyak orang (umum) maupun di
hadapan korban. Objek dari tindak pidana ini hanya terhadap manusia perorangan
saja.
Menurut R. Soesilo, ada enam macam
bentuk penghinaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yaitu penghinaan
secara lisan, penghinaan dengan surat tertulis, memfitnah, penghinaan ringan,
mengadu secara memfitnah, serta menuduh secara memfitnah.
Mungkin didalam kehidupan sehari-hari,
kita sering mendengar orang yang mengejek sesamanya di dalam pergaulan
masyarakat. Contohnya yaitu mengatakan “Dasar anjing kau!!!!,” dia si A itu
anak babi” dan kata-kata kotor lainnya kepada orang lain. Walaupun mungkin
seseorang tersebut niatnya hanya bercanda, akan tetapi sangat perlu
diperhatikan bahwa jika kita tidak menjaga perkataan kita tersebut, orang
tersebut dapat merasa tersinggung dan dapat dikategorikan penghinaan. Misalnya yaitu
orang yang merasa dirinya dipanggil “anak anjing”, orang tersebut dapat
tersinggung dan secara cepat orang tersebut melaporkan polisi. Suatu perkataan
yang dipandang menghina tersebut tergantung pada tempat, waktu dan keadaan,
sebab suatu kata atau kalimat mungkin saja dianggap menghina di suatu daerah
atau tempat, tetapi belum tentu di daerah lain. Namun ada baiknya jika kita
selalu berhati-hati.
Perlu diingat kembali, penghinaan dapat
dilakukan baik di banyak orang (umum) maupun hanya di depan korban. Agar penghinaan
yang tidak dilakukan di muka umum bisa dihukum, maka tindakan yang harus
dilakukan yaitu :
a) Dengan
lisan atau perbuatan di mana orang yang dihina (korban) harus ada di situ
melihat dan mendengar sendiri;
b) Bila
dengan surat (tulisan), maka surat itu harus disampaikan kepada korban yang
dihina.
Contohnya, si A di tempat umum, ia
mengatakan si B adalah anak anjing. Walaupun ia pada saat itu tidak ada di
tempat tersebut dan tak mendengar sendiri perkataan si A tersebut, A tetap
dapat dihukum.
Terdapat contoh lagi, jika si A tidak
ada di tempat umum, lalu mengatakan kepada si C bahwa si B itu merupakan anak
babi, jika semisal si C pergi dan memberitahukan hal tersebut kepada si B, dan
B merasa tersinggung dapat mengadukan ke polisi, maka si A tidak dapat dihukum.
Contoh lagi, si A kirim surat ke C. Isi surat
mengatakan bahwa B itu anjing. C lalu memberitahukan hal tersebut kepada si B
dan lalu mengadu kepada pihak berwajib, tapi si A tidak bisa dihukum, sebab
surat itu oleh si A tidak disampaikan kepada si B, melainkan kepada si C. Andaikata
surat ini berupa kartu pos (karena tiap orang dapat membaca/sifatnya umum),
maka si A dapat dihukum karena penghinaan.
Sumber :
1. Rocky,
Marbun, Kiat Jitu Menyelesaikan Kasus
Hukum, (Jakarta: Visitmedia, 2011), h. 103.
2. Undang-Undang
No. 1 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat
3.
3. Pasal
311 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
4. Rocky,
Marbun, Op. Cit., 2011, h. 104.
5. Penjelasan
mengenai kata atau kalimat yang dianggap menghina ini sangat subjektif,
tergantung kepada orang dan kondisi sosial budaya, serta adat istiadat dari
suatu daerah tertentu.
Komentar
Posting Komentar